scispace - formally typeset
Search or ask a question
Journal ArticleDOI

Floristic composition and vegetation structure in Rimbo Panti Natural Forest, West Sumatera

TL;DR: In this article, a study on floristic composition and vegetation has been carried out in natural forest Rimbo Panti, it is one of the remnant natural forest area in West Sumatera.
Abstract: Study on floristic composition and vegetation has been carried out in natural forest Rimbo Panti, it is one of the remnant natural forest area in West Sumatera. The study was used quadrad method. Three sample permanent plots of 100x100 m were arranged at some altitudes (300 m, 500 m, and 700 m). Enumeration was done to all trees with diameter at breast height down to 5 cm dbh.The result of tree sampling at the location from 1059 individu totally was recorded 199 species, belong to 113 genera and 48 families with total basal area 29.16 m². Whereas the three plots were located at the same hill but if it was saw based on Jaccards index showed that the value relatively low, that is as 58.7%. From the three plots represented that at 300 m alt. which higher people pressure has been invation species of Arenga obtusifolia seriously. Some common species in the forest could be grouping of the big five, among them Paranephelium nitidum, Villebrunea rubescens, Aglaia odoratissima, Drypetes longifolia and Cyathocalyx sumatranus. The classification height of tree was showed that the plots in hilly ecosistem are a lot of trees in layer A (emergent tree) with height reached 50 m tall.Key words: composition, structure, vegetation, natural forest, Rimbo Panti.

Content maybe subject to copyright    Report

B I O D I V E R S I T A S ISSN: 1412-033X
Volume 6, Nomor 4 Oktober 2005
Halaman: 266-271
Alamat korespondensi:
Jl. Ir. H. Juanda 22, Bogor 16122.
Tel.: +62-251-322035. Fax.: +62-251-336538.
e-mail: herbogor@indo.net.id
Komposisi dan Struktur Vegetasi Hutan Alam Rimbo Panti,
Sumatera Barat
Floristic composition and vegetation structure in Rimbo Panti Natural Forest,
West Sumatera
RAZALI YUSUF
1,
, PURWANINGSIH
1
, GUSMAN
2
1
Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bogor 16122.
2
Jurusan Biologi, FMIPA Universitas Andalas, Padang 25163
Diterima: 6 Mei 2005. Disetujui: 31 Juli 2005.
ABSTRACT
Study on floristic composition and vegetation has been carried out in natural forest Rimbo Panti, it is one of the remnant natural forest area
in West Sumatera. The study was used quadrad method. Three sample permanent plots of 100x100 m were arranged at some altitudes
(300 m, 500 m, and 700 m). Enumeration was done to all trees with diameter at breast height down to 5 cm dbh.The result of tree sampling
at the location from 1059 individu totally was recorded 199 species, belong to 113 genera and 48 families with total basal area 29.16 m².
Whereas the three plots were located at the same hill but if it was saw based on Jaccards index showed that the value relatively low, that is
as 58.7%. From the three plots represented that at 300 m alt. which higher people pressure has been invation species of Arenga obtusifolia
seriously. Some common species in the forest could be grouping of the big five, among them Paranephelium nitidum, Villebrunea
rubescens, Aglaia odoratissima, Drypetes longifolia and Cyathocalyx sumatranus. The classification height of tree was showed that the
plots in hilly ecosistem are a lot of trees in layer A (emergent tree) with height reached 50 m tall.
© 2005 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta
Key words: composition, structure, vegetation, natural forest, Rimbo Panti.
PENDAHULUAN
Hutan merupakan salah satu pusat keanekaragaman
jenis tumbuhan yang belum banyak diketahui dan perlu
terus untuk dikaji. Di kawasan hutan terdapat komunitas
tumbuhan yang didominasi oleh pepohonan dan tumbuhan
berkayu lainnya (Spurr dan Barnes, 1980). Pohon sebagai
penyusun utama kawasan hutan berperan penting dalam
pengaturan tata air, cadangan plasma nutfah, penyangga
kehidupan, sumber daya pembangunan dan sumber devisa
negara (Desman dkk., 1977). Peranan pohon-pohon dalam
komunitas hutan semakin sulit dipertahankan mengingat
tekanan masyarakat terhadap kelompok tumbuhan dari
waktu ke waktu terus meningkat.
Pulau Sumatera dikenal sebagai salah satu pusat
keanekaragaman hayati yang memiliki kawasan hutan
dengan keanekaragaman jenis tumbuhan yang tinggi.
Hutan Alam Rimbo Panti di Sumatera Barat dengan luas ±
3400 ha termasuk salah satu kawasan hutan yang memiliki
keanekaragaman jenis tumbuhan dan mempunyai tipe
vegetasi cukup beragam. Keragaman tipe vegetasi
umumnya dapat dijumpai dalam tipe ekosistem hutan
dataran rendah yang sebagian besar terdiri atas hutan
perbukitan. Seiring dengan laju perkembangan daerah dan
pertambahan penduduk maka gangguan terhadap Hutan
Alam Rimbo Panti juga semakin meningkat. Pencurian kayu
serta pembukaan hutan untuk areal perladangan telah
menciptakan kerusakan di beberapa tempat dan hal ini
perlu mendapat perhatian demi keutuhan kawasan cagar
alam. Kerusakan hutan tersebut dikhawatirkan akan
mengganggu kehidupan berbagai jenis satwa seperti orang
Utan, kera, Harimau dan jenis-jenis burung. Berkaitan
dengan hal tersebut, pengetahuan serta penelitian melalui
pengungkapan data vegetasi melalui penarikan petak
cuplikan pada beberapa tempat dengan ketinggian yang
berbeda perlu dilakukan untuk memberi gambaran
mengenai kondisi dan potensi kawasan hutan alam Rimbo
Panti.
BAHAN DAN METODE
Lokasi penelitian
Hutan Rimbo Panti secara administratif termasuk
wilayah Kecamatan Panti, Kabupaten Pasaman, Sumatera
Barat. Kawasan ini terletak pada koordinat 0º20.682’LU dan
100º04.138’BT. Rimbo Panti merupakan salah satu Cagar
Alam yang terletak di sekitar ruas jalan Trans Sumatera
antara Padang–Medan. Bagian sebelah timur jalan
sebagian besar berupa hutan rawa sedangkan bagian barat
merupakan hutan perbukitan dengan kondisi medan
bergelombang sampai berbukit. Dalam kawasan hutan
perbukitan pada beberapa tempat dijumpai medan yang
agak terjal (kelerengan >30%), dengan kondisi tanah agak
kering dan berkapur. Menurut informasi, hutan perbukitan
ini terdapat pada daerah patahan yang rawan terhadap
longsor dan erosi. Di kawasan hutan perbukitan terutama
'2,ELRGLYG

YUSUF dkk. – Vegetasi Hutan Alam Rimbo Panti
267
pada daerah kaki bukit (ketinggian 200-300 m. dpl.) di
beberapa tempat terlihat terbukanya lapisan kanopi akibat
penebangan hutan. Pada tempat terbukanya lapisan kanopi
ini banyak dijumpai jenis-jenis tumbuhan sekunder seperti
Omalanthus populneus, Macaranga tanarius, Macaranga
diepenhorstii, Ficus variegata dan Arenga obtusifolia.
Penebangan hutan juga dijumpai pada ekosistem hutan
rawa. Di beberapa tempat baik pada hutan rawa yang
tergenang secara musiman maupun yang selalu tergenang
sering terjadi pembukaan hutan untuk dijadikan areal
perladangan. Di kawasan ini jenis Terminalia copelandii.
dan Pterocymbium tubulatum tampak dapat beradaptasi
dengan baik. Topografi umumnya relatif datar dan di
tempat-tempat tergenang ke dalaman air berkisar antara
0,5-1 m.
Cara kerja
Pencuplikan data dilakukan dengan metode petak
(kwadrat) yaitu dibuat 3 petak permanen masing-masing
seluas 1 ha (100x100 m
2
) pada ketinggian yang berbeda
(700 m, 500 m, dan 300 m). Setiap petak cuplikan dibagi
menjadi sub-petak berukuran 10x10 m
2
. Semua pohon
(diameter batang > 10 cm) dan anak pohon (diameter 2,0-
9,9 cm) dicacah, dicatat jenisnya, diukur diameter batang,
tinggi dan koordinatnya.
Pencuplikan data anak pohon
dilakukan pada petak 5x5 m
2
yang
diletakkan bersistem dalam sub-
petak 10x10 m
2
. Spesimen contoh
(voucher specimens) diambil
untuk keperluan identifikasi.
Analisis data meliputi
penghitungan nilai penting,
kerapatan pohon, luas bidang
dasar, frekuensi, indeks diversitas
serta indeks kesamaan jenis
pohon dari 3 petak yang
dibandingkan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pencacahan pada 3 (tiga)
petak cuplikan dengan luas 3 ha,
tercatat sebanyak 1059 pohon
yang meliputi 199 jenis, tergolong
dalam 113 marga dan 48 suku
dengan total luas bidang dasar
29,16 m². Jumlah jenis pohon di
kawasan hutan dataran rendah ini
meskipun telah mengalami
gangguan berupa tekanan
masyarakat, masih tergolong
tinggi bila dibandingkan dengan
jumlah jenis yang terdapat di
hutan dataran rendah Ketambe,
namun untuk jenis-jenis
dipterocarpaceae jumlahnya lebih
rendah (Tabel 1). Tinggi dan
rendahnya jumlah jenis mungkin
berkaitan dengan kondisi habitat,
tingkat gangguan dan faktor
lingkungan lainnya misalnya
tanah. Secara umum tanah di
daerah penelitian berdasarkan
hasil analisis ekstrak H
2
O 1: 1
termasuk klasifikasi sedang
bahkan mendekati masam dengan
pH berkisar antara 5,3-6,9 (Tabel
2). Kondisi reaksi (pH) tanah
tersebut diduga masih dalam
keadaan yang normal karena
dapat menyediakan unsur-unsur
makro dan mikro bagi perakaran
vegetasi yang tumbuh di atasnya.
Reaksi tanah mempunyai
pengaruh yang nyata terhadap
ketersediaan berbagai unsur hara
(Buckman dan Brady, 1960).
Tabel 1. Jumlah jenis, marga dan suku pada petak Hutan Alam Rimbo Panti dan petak Hutan
Ketambe (Aceh Tenggara).
Hutan Alam Rimbo Panti,
Pasaman (3 ha)
Hutan Ketambe,
Aceh Tenggara (1,6 ha)
Jumlah jenis 199 172
Jumlah marga 113 106
Jumlah suku 48 47
Dipterocarpaceae:
Jumlah jenis
Jumlah pohon
Luas Bidang Dasar (m²)
4
12
5,55
6
37
10,9
Tabel 2. Parameter tanah pada 3 (tiga) petak penelitian di Hutan Alam Rimbo Panti.
pH 1:1
C
org
N-
tot
P
-Bray N pada NH4Oac pH 7,0 Tekstur
H2O KCL (%) Olsen Ca Mg K Na KTK Pasir Debu Liat
Lokasi
(ppm) me/100g (%)
P
etak 1 (700 m dpl) 6,9 6,0 2,91 0,28 1,3 21,3 2,8 0,23 0,17 19,26 18,76 28,3 52,93
P
etak II (500 m dpl) 6,4 5,5 3,59 0,37 21,6 9,91 2,61 0,38 0,34 18,7 29,2 12,05 59,8
P
etak III (300 m dpl) 6,1 5,4 1,43 0,12 6,6 3,89 2,1 0,51 0,39 9,74 80,18 3,3 17,51
Tabel 3. Beberapa parameter data pohon dan anak pohon pada masing-masing petak
Petak I (700 m) Petak II (500 m) Petak III (300 m)
P Ap P Ap P Ap
Jumlah jenis 154 37 114 56 50 28
Jumlah marga 91 31 75 50 38 26
Jumlah suku 41 21 41 30 23 16
kerapatan per ha 429 944 323 2592 307 1088
Luas Bidang Dasar 39,59 3,47 22,22 4,43 15,66 2,18
Index diversitas Shanon 4,74 3,4 4,24 3,74 2,51 3,02
Indek kemerataan jenis 0,94 0,94 0,89 0,93 0,64 0,91
Indek kekayaan jenis (Menhiennick index) 7,44 4,82 6,34 4,4 2,85 3,4
Rata-rata kelas diameter batang 27,62 6,85 25,52 4,36 20,98 4,79
Persentase diameter <20 cm 56,64 - 57,89 - 71,1 -
Persentase diameter >50 cm 10,96 - 9,29 - 5,84 -
Keterangan: P = pohon, Ap = anak pohon.
Tabel 4. Data kerapatan (K), jumlah petak (JP), luas bidang dasar (LBD; m²), kerapatan relatif
(KR), frekuensi relatif (FR), dominasi relatif (DR), dan nilai penting (NP) jenis-jenis pohon
dominan pada 3 petak penelitian di Hutan Alam Rimbo Panti, Sumatera Barat.
Suku Jenis
K JP LBD KR FR DR
NP
Arecaceae
Arenga obtusifolia
175 37 2,48 55,93 18,70 14,41 89,05
Sapindaceae Paranephelium nitidum King 64 46 3,22 18,42 17,06 12,62 48,10
Euphorbiaceae Drypetes longifolia (Bl.) Pax & Hoffm. 32 28 2,31 8,89 9,94 7,64 26,48
Dipterocarpaceae Shorea retinodes v.Sloot. 10 10 7,38 2,64 2,95 18,08 23,66
Annonaceae Cyathocalyx sumatranus Scheff. 21 21 1,11 5,96 9,03 5,28 20,27
Urticaceae Villebrunea rubescens Bl. 34 20 1,41 10,84 10,11 8,18 29,13
Meliaceae Aglaia odoratissima Bl. 23 22 0,92 6,13 7,69 3,11 16,93
Euphorbiaceae Koilodepas bantamense Hassk. 11 9 1,16 3,39 5,07 7,21 15,67
Lecithydaceae Chydenanthus excelsus (Bl.) Miers. 16 15 1,07 4,25 5,47 4,65 14,37
Myrtaceae Syzygium ridleyi King* 7 6 2,61 2,09 2,11 8,46 12,66

BIODIVERSITAS Vol. 6, No. 4, Oktober 2005, hal. 266-271
268
Selain reaksi (pH) tanah, kandungan C organik di lokasi
penelitian berdasarkan hasil analisis berkisar antara 1,43-
3,59%. Hasil tersebut mencerminkan bahan organik
termasuk katagori rendah sampai sedang dengan catatan
bahan organik terendah terdapat pada petak dengan
ketinggian 300 m. dpl. yang didominasi oleh jenis langkok
(A. obtusifolia) sedangkan bahan organik tertinggi terdapat
pada petak yang terletak pada ketinggian 500 m. dpl.
Bahan organik tanah merupakan sisa-sisa jaringan
pepohonan yang telah tua berupa serasah, cabang, ranting,
kulit, buah dan organisme yang telah mati dan telah
terdekomposisi menjadi humus. Keadaan ini
mengindikasikan bahwa proses dekomposisi bahan organik
berlangsung lebih baik pada petak dengan ketinggian 300
m. dpl.
0
1
2
3
4
5
6
7
8
petak I petak II petak III
pohon
belta
Gambar 1. Indeks kekayaan jenis Menhiennick pohon dan anak
pohon pada 3 petak penelitian.
0
50
100
150
200
250
10-20cm
20-30cm
30-40cm
40-50cm
50-60cm
60-70cm
70-80cm
80-90cm
90-100cm
>100cm
Petak atas I
Petak atas II
Petak atas III
Gambar 2. Jumlah jenis berdasarkan kelas diameter pohon pada 3
petak bukit di hutan lindung Rimbo Panti, Sumatera Barat.
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
<10m
10,0-15,0
15,0-20,0
20,0-25,0
25,0-30,0
30,0-35,0
35,0-40,0
40,0-45,0
>45,0
Petak atas I
Petak atas II
Petak atas III
Gambar 3. Jumlah jenis berdasarkan kelas tinggi pohon pada 3
petak bukit di hutan lindung Rimbo Panti, Sumatera Barat.
Berdasarkan jumlah jenis
antar petak, petak I yang terletak
pada hutan dengan ketinggian
tempat 700 m. dpl. memiliki
jumlah jenis pohon yang lebih
tinggi bila dibandingkan dengan
kedua petak lainnya (Tabel 3).
Beberapa parameter lain seperti
kerapatan, luas bidang dasar,
indeks kekayaan jenis (indeks
Menhiennick's), indeks
kemerataan dan indeks
diversitas juga menunjukkan nilai
yang lebih tinggi pada petak I.
Kerapatan pohon pada daerah
perbukitan yang sebagian besar
berupa punggung bukit
umumnya akan lebih tinggi
dibandingkan lokasi dengan
medan yang datar. Pengaruh
drainase dan kondisi tanah
tampaknya cukup berpengaruh
pada daerah perbukitan
sehingga pohon-pohon
umumnya berukuran kecil. Hal ini
ditunjukkan oleh rata-rata luas
bidang dasar rata-rata pohon
yang berada pada kisaran 0,04
m². Petak hutan perbukitan pada
ketinggian 700 m. dpl. yang
letaknya jauh dari pemukiman
tingkat gangguan yang dijumpai
relatif kecil, dan ini dapat terlihat
dari kekayaan jenis pohon yang
relatif lebih tinggi (Gambar 1).
Tabel 5. Daftar jenis anak pohon dengan beberapa parameter yang terdapat pada 3 petak
penelitian.
Suku Jenis K JP LBD KR FR DR NP
Alangiaceae Alangium javanicum (Bl.) Wan 3 3 31,82 1,85 2,13 1,15 5,13
Anacardiaceae Mangifera longipetiolata King 1 1 43,01 1,69 1,75 1,98 5,42
Mangifera torquanda Kosterm. 1 1 5,31 0,62 0,71 0,19 1,52
Annonaceae Cyathocalyx sumatranus Scheff. 2 2 59,23 2,94 3,77 4,35 11,07
Desmos dasymaschala (Bl.) Saff. 6 4 97,61 6,26 5,19 4,85 16,30
Meiogyne virgata (Bl.) Miq. 2 2 51,24 2,31 2,46 2,22 7,00
Mitrephora sp. 3 3 43,93 1,85 2,13 1,59 5,56
Polyalthia obliqua Hk.f. et Th. 3 3 28,66 1,85 2,13 1,04 5,01
Polyalthia reticulata Elmer 1 1 24,63 1,69 1,75 1,13 4,58
Polyalthia spathulata Boerl. 2 2 58,51 3,39 3,51 2,69 9,59
Pseudovaria reticulata (Bl.) Merr. 11 7 122,94 7,86 6,01 4,66 18,53
Burseraceae Canarium denticulatum Bl. 2 1 61,95 3,39 1,75 2,85 8,00
Canarium dichotomum (Bl.) Miq. 1 1 45,84 1,47 1,89 3,37 6,73
Santiria tomentosa Bl. 1 1 28,73 1,47 1,89 2,11 5,47
Celastraceae Euonymus javanicus Bl. 1 1 12,57 0,62 0,71 0,45 1,78
Clusiaceae Calophyllum soulattri Burm.f. 5 5 86,46 4,16 4,59 3,50 12,26
Garcinia gaudichandii Bl. 1 1 54,11 0,62 0,71 1,95 3,28
Garcinia nervosa Miq. 1 1 29,22 1,69 1,75 1,35 4,79
Connaraceae Connarus grandis Jack. 1 1 22,06 1,69 1,75 1,02 4,46
Datiscaceae Tetrameles nudiflora R. Br. 1 1 15,60 1,47 1,89 1,15 4,50
Dipterocarpaceae Hopea sp. 2 2 40,37 1,23 1,42 1,46 4,11
Shorea retinoides.
1 1 7,55 0,62 0,71 0,27 1,60
Vatica umbonata (Korth.) Bl. 1 1 6,16 0,62 0,71 0,22 1,55
Ebenaceae Diospyros buxifolia (Bl.) Hiern. 6 5 100,41 3,70 3,55 3,63 10,87
Diospyros oblonga Wah. Ex G. Don 2 2 57,81 2,94 3,77 4,25 10,96
Euphorbiaceae
Blumeodendron tokbrai Kurz
2 2 50,43 1,23 1,42 1,82 4,47
Croton argyratus Bl.
6 5 144,47 7,11 7,08 9,11 23,30
Drypetes longifolia (Bl.) Pax ex K.Hoffm.
15 12 327,58 19,36 17,14 15,36 51,86
Drypetes mucronata Fax. & Hoffm.
1 1 11,46 1,47 1,89 0,84 4,20
Drypetes subsymmetrica J.J.S.
2 2 96,21 3,39 3,51 4,43 11,33
Koilodepos brevipes Merr.
3 3 44,60 4,41 5,66 3,28 13,35
Mallotus dispar M.A.
4 3 85,34 5,88 5,66 6,27 17,81

YUSUF dkk. – Vegetasi Hutan Alam Rimbo Panti
269
Sebaliknya pada petak hutan
yang terganggu, akibat pene-
bangan liar telah membentuk
daerah bukaan kanopi, sehingga
memberi kesempatan bagi jenis-
jenis sekunder yang toleran
terhadap sinar matahari (light
demanding) untuk tumbuh dan
berkembang mengisi tempat-
tempat terbuka (rumpang-
rumpang). Gangguan/tekanan
masyarakat biasanya sering
terjadi pada daerah dengan
ketinggian rendah karena mudah
dijangkau dan dekat dengan
pemukiman sehingga tingkat
kerusakan hutannya lebih besar.
Berbagai dampak kerusakan
(pembalakan liar) terhadap
kelestarian hutan seperti terlihat
di beberapa lokasi telah
mengundang masuknya jenis
tumbuhan invasi yaitu langkok
(A. obtusifolia) yang menyebar
dengan cepat dan sebagian ada
yang telah menempati lapisan
atas. Di kawasan Hutan Alam
Rimbo Panti, dewasa ini langkok
tidak saja mendominasi tempat-
tempat yang mengalami tingkat
gangguan lebih berat, tetapi
telah meluas hingga ke lokasi
dengan tingkat gangguan relatif
kecil seperti pada petak I dengan
Nilai Penting (NP) tercatat 3,83.
Pada petak I jenis-jenis yang
tergolong dominan berdasarkan
NP tertinggi antara lain adalah
Shorea retinoides (NP=14,29),
Paranephelium nitidum
(NP=11,43), Ficus sumatrana
(NP=9,71), Drypetes longifolia
(NP=8,31), dan Aglaia
odoratissima (NP=7,78).
Melimpahnya A. obtusifolia
terutama pada petak ketinggian
300 m. dpl. sangat berpengaruh
terhadap perkembangan jenis-
jenis hutan alami lainnya karena
dengan tutupan tajuk yang
sangat rapat dan rindang dapat
menghambat perkecambahan
sebagian besar biji-biji untuk
pertumbuhan semai dan anakan
jenis pohon lainnya. Diduga jenis
ini mempunyai sifat allelopati
yang menghasilkan cairan
beracun untuk menghambat
pertumbuhan jenis lain. Burkill
(1935) menyebutkan buah jenis
A. obtusifolia mengandung oxalic
acid yang bersifat racun, dapat
menimbulkan gatal dan dapat
digunakan sebagai bahan
insektisida. Mengamati kekayaan
jenis pohon pada petak
ketinggian 300 m.dpl yang
Tabel 5. Daftar jenis anak pohon dengan beberapa parameter yang terdapat pada 3 petak
penelitian (lanjutan).
Suku Jenis K JP LBD KR FR DR NP
Euphorbiaceae Mallotus moritzianus M.A. 1 1 39,59 1,69 1,75 1,82 5,27
Mallotus oblongifolius (Miq.) M.A. 2 2 43,12 2,31 2,46 1,93 6,70
Neoscortechinia nicobarica (Hook.f.)
Pax & Hoffm.
2 2 81,43 1,23 1,42 2,94 5,59
Ostodes macrophylla Benth. 2 2 93,53 2,09 2,60 4,75 9,44
Fabaceae Archidendron fagifolium Bl. ex Miq. 1 1 9,08 0,62 0,71 0,33 1,66
Fagaceae Lithocarpus sundaicus (Bl.) Rehd 1 1 31,17 1,69 1,75 1,43 4,88
Flacourtiaceae Casearia gewiifolia Vent. 3 3 36,83 2,70 3,31 2,00 8,00
Flacourtia rukam Z. & M. 1 1 70,88 1,69 1,75 3,26 6,71
Ryparosa caesia Bl. 4 3 37,18 4,17 3,31 2,03 9,51
Ryparosa javanica (Bl.) Kurz ex K. & V. 3 3 133,02 5,08 5,26 6,12 16,47
Scolopia sp. 1 1 22,90 1,69 1,75 1,05 4,50
Icacinaceae Gonocaryum macrophyllum (Bl.) Sleum. 2 2 31,81 1,23 1,42 1,15 3,80
Stemonurus malaccensis (Mast.) Sleum. 2 2 90,52 3,39 3,51 4,17 11,07
Lauraceae Actinodaphne glomerata (Bl.) Nees 1 1 15,21 0,62 0,71 0,55 1,88
Alanthospermum sp. 1 1 50,37 1,69 1,75 2,32 5,76
Beilschmieldia ludicula (Miq.) Kosterm. 6 4 86,80 4,56 4,01 3,72 12,29
Dehaasia microsepala Kosterm. 3 3 30,98 1,85 2,13 1,12 5,10
Endiandra rubescens
1 1 20,43 1,69 1,75 0,94 4,38
Litsea noronhae Bl. 4 3 117,17 5,88 5,66 8,61 20,15
Litsea oppositifolia L.S. Gibbs 1 1 51,53 1,69 1,75 2,37 5,82
Nothaphoebe umbeliflora Bl. 1 1 24,63 1,69 1,75 1,13 4,58
Lecithidaceae Chydenanthus excelsus (Bl.) Miers. 2 2 47,43 3,16 3,64 2,43 9,23
Magnoliaceae Magnolia candollei (Bl.) H.P. Noteboom 1 1 19,63 1,69 1,75 0,90 4,35
Talauma candollii Bl. 1 1 43,01 0,62 0,71 1,55 2,88
Meliaceae Aglaia argentea Bl. 5 5 67,16 3,09 3,55 2,43 9,06
Aglaia dookkoo Griff. 5 5 76,37 3,09 3,55 2,76 9,39
Aglaia edulis A. Gray 1 1 27,34 1,69 1,75 1,26 4,70
Aglaia odoratissima Bl. 12 12 382,19 12,79 13,74 16,16 42,69
Chisocheton sandoricocarpus K. et V. 2 2 47,83 2,09 2,60 3,30 7,99
Dysoxylum guadichaudianum (A. Joss.)
Miq.
2 2 49,32 3,39 3,51 2,27 9,17
Moracceae
Artocarpus cf.integer
1 1 31,17 1,69 1,75 1,43 4,88
Artocarpus sp. 2 1 53,67 1,23 0,71 1,94 3,88
Ficus uncinata Becc. 2 2 18,29 1,23 1,42 0,66 3,31
Myristicaceae Knema intermedia (Bl.) Warb. 3 3 48,80 3,56 4,48 3,37 11,41
Knema laurina (Bl.) Warb. 2 1 29,07 1,23 0,71 1,05 2,99
Myrsinaceae Ardisia lanceolata Roxb. 6 4 131,96 3,70 2,84 4,77 11,30
Ardisia lucida Bl. 3 3 56,44 3,78 4,35 2,90 11,03
Ardisia sumatrana Miq. 5 3 125,02 7,35 5,66 9,19 22,20
Myrtaceae Syzygium jamboloides K. et V. 1 1 69,40 0,62 0,71 2,51 3,84
Syzygium javanica Lamk. 4 4 69,31 2,46 2,84 2,50 7,80
Syzygium sp.2 1 1 19,63 1,69 1,75 0,90 4,35
Syzygium splendens (Bl.) Merr. & Perry 1 1 25,52 1,69 1,75 1,17 4,62
Syzygium suringarianum (K.& V.) Amsh. 1 1 63,62 1,69 1,75 2,93 6,37
Oleaceae Chionanthus platycarpus (K. & G. ) Kiew 7 7 71,74 4,32 4,96 2,59 11,88
Rhamnaceae
Zizyphus angustifolius
3 3 60,68 2,70 3,31 2,49 8,49
Rosaceae Atuna racemosa Ref. 4 4 79,46 4,62 4,93 3,42 12,97
Rubiaceae Nauclea orientalis L. 1 1 9,08 0,62 0,71 0,33 1,66
Pavetta indica L. 4 4 47,37 2,47 2,84 1,71 7,02
Urophyllum cf. arboreum (Reinw. ex Bl.) Korth.
1 1 30,19 1,69 1,75 1,39 4,83
Rutaceae Glycosmis pentaphylla Corr. 6 6 225,84 6,48 7,66 10,51 24,64
Sabiaceae Meliosma nitida Bl. 1 1 22,90 0,62 0,71 0,83 2,16
Sapindaceae Aphania senegalensis (Poir.) Radlk. 1 1 7,96 1,47 1,89 0,58 3,94
Paranephelium nitidum King 19 17 337,74 17,74 18,59 14,38 50,72
Madhuca sp. 3 2 58,25 1,85 1,42 2,10 5,37
Sterculiaceae Pterospermum javanicum Jungh. 2 2 27,87 2,09 2,60 1,40 6,09
Sterculia oblongata R. Br. 6 5 78,65 7,11 7,08 5,02 19,21
Tiliaceae Microcos florida (Miq.) Burr. 2 2 14,28 1,23 1,42 0,52 3,16
Ulmaceae Celtis philippensis Blanco 2 2 73,40 3,39 3,51 3,38 10,28
Celtis rigescens (Miq.) Planch 1 1 25,52 0,62 0,71 0,92 2,25
Urticaceae
Laportea peltata
5 3 96,93 3,09 2,13 3,50 8,72
Villebrunea rubescens (Bl.) Bl. 21 12 518,06 24,06 16,75 28,24 69,06

BIODIVERSITAS Vol. 6, No. 4, Oktober 2005, hal. 266-271
270
didominasi oleh A. obtusifolia dengan NP=74,78, kerapatan
175 pohon/ha, luas bidang dasar per hektar sebesar 2,48
m² menunjukkan, bahwa tingkat keanekaragaman jenis
pohon paling rendah (50 jenis) jika dibandingkan dengan 2
petak lainnya. Selain rendahnya jumlah jenis pohon, juga
ditunjukkan dengan indeks kemerataan, indeks kekayaan
dan indeks diversitas jenis yang rendah. Melimpahnya A.
obtusifolia ini cukup signifikan bila dibandingkan dengan
jenis Paranephelium nitidum yang merupakan jenis yang
umum di kawasan Hutan Alam Rimbo Panti dengan
NP=14,8 dan kerapatan 21 pohon/ha. Jenis-jenis pohon lain
yang tergolong dominan pada petak ketinggian 300 m. dpl.
adalah Villebrunea rubescens (NP=19,77), Koelodepas
bantamense (14,17), Cyathocalyx sumatranus (12,99) dan
Tetrameles nudiflora (10,11). Paranephelium nitidum
berdasarkan Nilai Penting tertinggi (NP=21,83), menempati
urutan pertama pada petak ketinggian 500 m. dpl.
kemudian diikuti oleh jenis Drypetes longifolia (NP=12,68),
Syzygium ridleyi (NP=10,34), Villebrunea rubescens (NP=
9,64), Shorea retinoides (NP= 9,35) dan Cyathocalyx
sumatranus (NP= 8,19). Dari ketiga petak tersebut jenis-
jenis yang umum selain A. obtusifolia dan dapat
digolongkan ke dalam kelompok
10 besar adalah Paranephelium
nitidum, Villebrunea rubescens,
Aglaia odoratissima, Shorea
retinoides, Cyathocalyx
sumatranus, Drypetes longifolia,
Koilodepas bantamense,
Chydenanthus excelsus dan
Syzygium ridleyi (Tabel 4).
Kawasan hutan perbukitan
Rimbo Panti meskipun telah
banyak mengalami tekanan
masyarakat dan sangat rentan
terhadap bahaya longsor, tetapi
masih menyimpan jenis-jenis
pohon berpotensi yang patut
dipertahankan kelestariannya.
Sebagian besar jenis-jenis pohon
hutan primer yang berpotensi
ekonomi seperti Shorea
retinodes, S. parvifolia, S.
javanica, Hopea sp
(Dipterocarpaceae), Diospyros
cauliflora, D. oblonga, D.
diepenhorstii (Ebenaceae),
Actinodaphne multiflors,
Beilschmiedia ludicula,
Endiandra rubescens,
Nothaphoebe umbelliflora
(Lauraceae), Aglaia
odoratissima, A. argentea, A.
dookkoo (Meliaceae), Atuna
racemosa (Rosaceae), dan
Madhuca sericea,) menunjukkan
proses regenerasi kurang baik.
Dikhawatirkan jenis-jenis pohon
yang kayunya berpotensi
sebagai bahan bangunan
dengan perakaran yang kuat dan
dapat mengikat tanah dengan
baik semakin terancam
populasinya. Umumnya anakan
dari jenis-jenis tersebut diatas
memiliki populasi relatif kecil
bahkan ada yang tidak tercatat
pada tingkat anak pohon (Tabel 5). Selain itu banyak pohon
berukuran besar tetapi tidak dijumpai pada tingkat
anakannya, sebaliknya terdapat pula jenis anakan pohon
yang tidak pernah tumbuh menjadi besar (Partomihardjo,
2001). Di lokasi penelitian, jenis-jenis yang memiliki
regenerasi cukup baik antara lain adalah Aglaia
odoratissima, Paranephelium nitidum, Villebrunea
rubescens, Pseudovaria reticulata, Drypetes longifolia,
Cyathocalyx sumatranus, Litsea noronhae dan Glycosmis
pentaphylla. Jenis-jenis yang memiliki regenerasi cukup
baik ini di masa yang akan datang diperkirakan akan
menggantikan posisi jenis utama. Hartshon (1980)
menyebutkan banyaknya individu pohon muda berukuran
kecil merupakan pengganti pohon utama.
Annonaceae, Euphorbiaceae, Meliaceae, Lauraceae
dan Myrtaceae tercatat sebagai suku yang memiliki paling
banyak anggota jenisnya (Tabel 6). Secara keseluruhan
(ketiga petak), Euphorbiaceae dengan jumlah anggota jenis
sebanyak 26 jenis dari 109 jumlah individu, memiliki Nilai
Penting Suku (NPS) rata-rata sebesar 39.09. Jenis yang
cukup menonjol dari suku ini adalah Drypetes longifolia dan
Koilodepas bantamense. Di kawasan hutan tropik anggota
Tabel 6. Daftar suku pohon dengan jumlah individu pohon (JI), jumlah jenis (JJ), luas bidang
dasar dan nilai penting pada tiga petak penelitian bukit Rimbo Panti, Sumatra Barat.
Petak I Petak II Petak III
Suku
JI JJ LBD NPS JI JJ LBD NPS JI JJ LBD NPS
Arecaceae 14 2 0,38 5,40 0 0 0 0 147 1 2,02 62,77
Euphorbiaceae 47 17 5,75 34,27 35 4 2,97 44,26 27 8 2,19 38,76
Sapindaceae 46 6 2,72 20,35 2 1 0,08 4,59 24 4 1,77 27,11
Meliaceae 43 14 3,52 26,77 1 1 0,01 3,80 16 6 1,25 25,17
Urticaceae 0 0 0 0 0 0 0 0 22 2 1,10 18,21
Moraceae 11 4 5,98 17,37 4 2 1,33 15,84 7 3 1,00 14,66
Annonaceae 52 19 7,26 39,86 11 2 0,33 12,96 10 2 0,69 11,65
Sterculiaceae 3 1 0,37 2,13 5 2 0,91 13,86 5 2 0,85 11,03
Rhamnaceae 2 1 0,11 1,38 0 0 0 0 8 1 0,86 10,07
Lauraceae 23 10 1,68 15,64 3 1 0,05 4,82 6 3 0,32 9,99
Datiscaceae 0 0 0 0 1 1 0,03 3,91 4 1 0,98 9,56
Ebenaceae 14 6 2,47 12,38 3 1 0,04 4,77 3 2 0,50 8,17
Myrtaceae 24 8 3,38 17,92 8 2 0,14 10,66 5 2 0,25 7,24
Burseraceae 15 8 0,94 10,91 3 1 0,20 5,65 3 1 0,55 6,47
Lecythidaceae 11 1 0,35 3,97 0 0 0 0 4 1 0,45 6,15
Dipterocarpaceae 11 2 5,77 15,59 0 0 0 0 1 1 0,47 5,33
Myrsinaceae 5 2 0,80 4,16 0 0 0 0 3 2 0,04 5,23
Flacourtiaceae 4 2 0,58 3,47 4 2 0,20 9,44 2 2 0,08 5,14
Myristicaceae 8 3 0,35 4,64 5 1 0,22 6,58 2 2 0,03 4,84
Anacardiaceae 5 3 0,1 3,44 0 0 0 0 2 1 0,09 3,23
Rutaceae 0 0 0 0 0 0 0 0 2 1 0,08 3,16
Celastraceae 4 1 0,65 2,94 0 0 0 0 2 1 0,07 3,12
Fagaceae 6 2 1,73 6,27 0 0 0 0 0 0 0 0
Clusiaceae 10 4 0,45 6,00 0 0 0 0 0 0 0 0
Sapotaceae 7 3 0,34 4,39 3 1 0,26 6,00 0 0 0 0
Ulmaceae 5 2 0,82 4,19 0 0 0 0 0 0 0 0
Tiliaceae 9 2 0,26 3,99 0 0 0 0 0 0 0 0
Proteaceae 6 3 0,25 3,97 0 0 0 0 0 0 0 0
Araliaceae 7 2 0,12 3,26 0 0 0 0 0 0 0 0
Simarubaceae 2 1 0,83 2,83 0 0 0 0 0 0 0 0
Connaraceae 3 2 0,10 2,29 1 1 0,11 4,39 0 0 0 0
Fabaceae 2 1 0,03 1,22 1 1 0,05 4,00 0 0 0 0
Icacinaceae 2 1 0,02 1,20 1 1 0,02 3,83 0 0 0 0
Combretaceae 1 1 0,01 0,94 38 1 4,64 44,99 0 0 0 0
Bignoniaceae 0 0 0 0 92 1 3,49 60,11 0 0 0 0
Rubiaceae 0 0 0 0 27 2 2,50 31,72 0 0 0 0
Verbenaceae 0 0 0 0 1 1 0,02 3,84 0 0 0 0

Citations
More filters
DOI
01 Dec 2014
TL;DR: The results showed that the Tesso Nilo area had the high richness of plant species which was indicated by the high value of Mennhenick index and insects are the largest group of animal, this study only focused on beetles.
Abstract: Tesso Nilo area which is located at Riau province covers an area of 188.00 ha. Recently, it is famous because of a sharply increased in encroachment activities for forest conversion, especially for oil palm plantations and village sites. It was conducted in logged forest around Segati river, Toro river, Mamahan river and Sawan river in June 2003. The results showed that the area had the high richness of plant species which was indicated by the high value of Mennhenick index. Records from the 1 ha studied plot identified a total of 360 species included 165 genera and 57 families with 215 tree species 305 sapling species. Some important tree species which were included in the Red List of IUCN were ‘gaharu’ (Aquilaria malaccensis), ‘ramin’ (Gonystylus bancanus), Shorea spp. and Dipterocarpus spp. The local community utilized 83 species of medicinal plants and 4 species of toxic plants for fishing. The total number of recorded bird species was 114 species represented 29% of the total Sumatran bird species. The most important bird species were the Wrinkled Hornbill (Aceros corrugatus), Crestless Fireback (Lophura erythrophthalma), Crested Fireback (Lophura ignita) and Hooked-billed Bulbul (Setornis criniger). The total number of recorded mammal species was 34 species or 16.5% of 206 species of Sumatran mammals. The most important mammal species included Sumatran tiger (Panthera tigris sumatrae), Sumatran elephant (Elephas maximus sumatrensis), the Sun bear (Helarctos malayanus) and three species of primates: Hylobates agilis, Presbytis femoralis and Macaca nemestrina. The herpetofauna contained 15 reptile species and 18 amphibian species. The most important herpetofauna was the endangered False Gharial (Tomistoma schlegelii) and the vulnerable Common Softshelled turtle (Amyda cartilaginea). The number of recorded fish species was 50 represented 18% of the total Sumatran fish species (272 species). The important fish species were Breinsteinea sp. and Chaca bankanensis which were unique and rare. Since insects are the largest group of animal, this study only focused on beetles. The identified beetles were classified into 644 species and 34 families. The important beetles were the Longhorn beetles (Cerambycidae) and the Scarab beetles (Scarabaeidae).The small mammal parasites consisted of ectoparasites which were categorized into 14 species and endoparasites which were categorized into 2 orders and 3 species. Keywords: biodiversity, logged forest, richness, Sumatran tiger, Sumatran elephant

2 citations


Cites background from "Floristic composition and vegetatio..."

  • ...…index of Tesso Nilo forest was 9.11 (Table 7) which was higher than the forest at the edge of Alas river (Sambas 1999), lowland forest at Ketambe (Abdulhadi et al. 1984), Rimbo Panti (Yusuf et al. 2005), Rimbo Panti swamp (Yusuf & Purwaningsih 2009) and Batang Gadis (Kartawinata et al. 2004)....

    [...]

  • ...1984), Rimbo Panti (Yusuf et al. 2005), Rimbo Panti swamp (Yusuf & Purwaningsih 2009) and Batang Gadis (Kartawinata et al....

    [...]

  • ...This study showed that the diversity index of Tesso Nilo forest was 9.11 (Table 7) which was higher than the forest at the edge of Alas river (Sambas 1999), lowland forest at Ketambe (Abdulhadi et al. 1984), Rimbo Panti (Yusuf et al. 2005), Rimbo Panti swamp (Yusuf & Purwaningsih 2009) and Batang Gadis (Kartawinata et al. 2004)....

    [...]

31 May 2019
TL;DR: In this article, a comprehensive literature review of published papers and reports, updated information regarding Langkap Palm in Indonesia is presented, including current distribution of the species, the impact of the plant biodiversity on plant biodiversity, and management approaches used to control the species.
Abstract: As its spread and dominance has negative impacts on diversity, current information on Langkap status in Indonesia is needed in order to control its distribution and protect biodiversity. In the present study, through a comprehensive literature review of published papers and reports, updated information regarding Langkap Palm in Indonesia will be presented. This information includes current distribution of the species, the impact of the species on plant biodiversity, and management approaches used to control the species. The present study found a total of 12 localities in Java and Sumatra Island identified to be the natural habitat distribution of Langkap. The species was known to have dominantly distributed in the half of these localities. To control the distribution of the species, mechanical (trunk cutting) and chemical methods (herbicide application) might be applied.