scispace - formally typeset
Search or ask a question
DOI

Jenis Anggrek (Orchidaceae) di Tau Lumbis, Nunukan, Propinsi Kalimantan Timur: Sebagai Indikator Terhadap Kondisi Kawasan Hutan

01 Jun 2013-Vol. 9, Iss: 1
TL;DR: In this paper, penelitian keanekaragaman flora anggrek epifit and terestrial dari dua lokasi sebagai indikator terhadap kondisis kawasan hutan di sekitar Tau Lumbis Kalimantan-Timur.
Abstract: Telah dilakukan penelitian keanekaragaman flora anggrek epifit dan terestrial dari dua lokasi sebagai indikator terhadap kondisis kawasan hutan di sekitar Tau Lumbis Kalimantan-Timur (Manukon dan Kabungolor). Penelitian ini dilakukan bulan April 2009 dengan menggunakan metode plot kuadrat ukuran 10 x 500 m (0,5 ha). Hasil studi ini telah berhasil diidentifikasi 18 jenis dari 15 marga dengan total kerapatan sebanyak 289 rumpun/0,5 ha. Anggrek epifit sebanyak 14 jenis dan terestrial 4 jenis. Indeks keanekaragaman jenis memperlihatkan sedang (H’=1.41). Agrostophyllum bicuspidatum adalah nilai penting tertinggi di Manukon (NP=50.70 %) dan Corymborchis veratrifolia nilai penting tertinggi di Kabungolor (NP=26.32 %). Berdasarkan analisis cluster menggunakan software Biodiversity- Pro yang berdasarkan pada kerapatan dari dua lokasi dapat dibagi menjadi lima kelompok besar, dan secara umum kondisi hutan di Kabungalor lebih baik dari Manukon. Kata kunci: Jenis-jenis anggrek, Hutan, Tau Lumbis, Kalimantan Timur

Content maybe subject to copyright    Report

63
Jurnal Biologi Indonesia 9(1): 63-71 (2013)
PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara tropik di Asia
Tenggara yang terdiri dari beberapa pulau besar,
salah satunya Kalimantan. Di pulau ini potensi
keragaman hayati sangat tinggi dan penelitian-
penelitian untuk mengungkapkan kekayaan o-
ranya telah banyak dilakukan (MacKinnon,
1996; Krisnawati et al. 2012). Dengan tingginya
keanekaragaman hayati di Kalimantan cukup
beralasan karena kondisi alamnya sangat men-
dukung mulai dari ketinggian tempat, topogra,
geologi, jenis tanah, iklim, dan suhunya yang
Jenis Anggrek (Orchidaceae) di Tau Lumbis, Nunukan, Propinsi Kalimantan Timur: Se-
bagai Indikator Terhadap Kondisi Kawasan Hutan
(Orchids of Tau Lumbis, Nunukan, East Kalimantan: As an Indicator to Forest Area
Condition)
Asep Sadili
Bidang Botani, Puslit Biologi-LIPI. E-mail: asep.sadili@gmail.com
Memasukkan: November 2012. Diterima: Maret 2013
ABSTRACT
Study on diversity of terrestrial and epiphytic orchids as an indicator to forest area condition was conducted in two
sites of Tau Lumbis forest, East Kalimanatan (Manukon and Kabungolor area). e study was conducted in April
2010 using square plot method with the size of 10 x 500 m (0.5 ha). e results identied 18 species of 15 genera
with a total density as 289 clumps/0.5 ha. e epiphytic habit consisted of 14 species and terrestrial habitat 4 spe-
cies. e species diversity index showed medium (H'=1.41). Agrostophyllum bicuspidatum were highest importance
value in Manukon (IV=50.70%) and Corymborchiss veratrifolia has the highest importance value in Kabungolor
(IV=26.32%). Cluster analysis using Biodiversity-Pro software based density in two sites can be divided ve major
groups, and general condition on forests in Kabungolor was better than Manukon forest area.
Key words: Orchids, Forest, Tau Lumbis, East Kalimantan.
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian keanekaragaman ora anggrek epit dan terestrial dari dua lokasi sebagai indikator ter-
hadap kondisis kawasan hutan di sekitar Tau Lumbis Kalimantan-Timur (Manukon dan Kabungolor). Penelitian
ini dilakukan bulan April 2009 dengan menggunakan metode plot kuadrat ukuran 10 x 500 m (0,5 ha). Hasil studi
ini telah berhasil diidentikasi 18 jenis dari 15 marga dengan total kerapatan sebanyak 289 rumpun/0,5 ha. Ang-
grek epit sebanyak 14 jenis dan terestrial 4 jenis. Indeks keanekaragaman jenis memperlihatkan sedang (H’=1.41).
Agrostophyllum bicuspidatum adalah nilai penting tertinggi di Manukon (NP=50.70 %) dan Corymborchis veratrifo-
lia nilai penting tertinggi di Kabungolor (NP=26.32 %). Berdasarkan analisis cluster menggunakan software Biodi-
versity-Pro yang berdasarkan pada kerapatan dari dua lokasi dapat dibagi menjadi lima kelompok besar, dan secara
umum kondisi hutan di Kabungalor lebih baik dari Manukon.
Kata kunci: Jenis-jenis anggrek, Hutan, Tau Lumbis, Kalimantan Timur
menunjukan bervariasi serta sebagian besar kawa-
san hutannya masih baik, walaupun tekanan un-
tuk merubahnya sangat tinggi. Salah satu keane-
karagaman hayati yang telah terdata di pulau ini
adalah jenis-jenis anggrek (Orchidaceae) oleh
Chan et al. (1994) yaitu “Orchids of Borneo”.
Jenis anggrek sudah umum dikenal yakni
sebagai tanaman hias dan anggrek merupakan
salah satu tumbuhan yang mempunyai nilai
ekonomi cukup tinggi. Di dunia jenis anggrek
diperkirakan 17.000 – 35.000 jenis, dan terdiri
dari 750 – 850 marga. Anggrek tumbuh kosmo-
politan di seluruh dunia, namun sebagian besar

64
Asep Sadili
terdapat di daerah tropik. Jumlah anggrek Indo-
nesia diprediksi 5.000-6.000 jenis dan untuk Ka-
limantan serta Papua diperkirakan memiliki
jumlah anggrek tertinggi yaitu 2.500-3.000 jenis,
sedangkan di Sumatera ±900 jenis dan Jawa ±700
jenis (Siregar et al., 2005; Sulistiarini & Djar-
waningsih, 2009).
Sejak dahulu pengambilan anggrek alam
telah dan banyak dilakukan secara berlebihan
terutama oleh para hobiis/kolektor, dengan tidak
mengindahkan kaidah–kaidah konservasi yang
benar, terutama jenis-jenis anggrek yang berpo-
tensi ekonomi tinggi, sehingga pada akhirnya ada
beberapa jenis anggrek menjadi terancam
keberadaanya di alam atau penurunan populasi
bahkan menjadi langka, terutama jenis-jenis ang-
grek endemik yang berpotensi tinggi, oleh karena
itu cukup beralasan apabila CITES menggo-
longkannya dalam Appendik II. Selain pengambi-
lan yang berlebihan, keadaan populasi anggrek
lebih parah lagi dengan adanya perubahan habitat
secara serius, dari hutan alami untuk dijadikan
areal perkebunan, pertanian, ladang berpindah
suku-suku pedalaman, penambangan, kebakaran,
dll, sehingga menghilangkan kondisi vegetasi hu-
tan alam di sekitarnya, yang akhirnya akan
mempengaruhi populasi dan kehidupan anggrek
tersebut menjadi langka atau penurunan populasi
bahkan musnah di alam.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengungkapkan keberadaan jenis anggrek di
daerah sekitar Tau Lumbis yang dikorelasikan
terhadap lingkungannya dengan mengetahui sta-
tus populasinya. Dengan demikian keberadaan
jenis-jenis anggrek di daerah ini dapat terdoku-
mentasi dan dapat menambah informasi keane-
karagaman jenis anggreknya. Napitupulu (1997)
mengungkapkan, dengan mengetahui keane-
karagaman jenis anggrek spesies termasuk popu-
lasinya akan menjadikan sebagai salah satu indi-
kator dari kondisi kawasan hutan tersebut secara
menyeluruh, apakah masih baik atau telah rusak
kawasan hutan yanga diteliti, karena dengan
adanya tegakan-tegakan vegetasi pohon besar di
sekitarnya, dan sebagai habitat alami anggrek spe-
sies tidak akan mungkin dapat tergantikan oleh
unsur-unsur yang lainnya, baik untuk anggrek
epit atau anggrek terrestrial yang sebagian besar
hidupnya memerlukan naungan yang cukup.
Data dasar yang dihasilkan dari penelitian
ini diharapkan dapat melengkapi hasil-hasil
penelitian sebelumnya terutama data-data kuanti-
tas yang akhirnya para pecinta atau kolektor dan
pengambil kebijakan terhadap suatu kawasan hu-
tan tidak akan mengeksploitasi secara berlebihan
atau mengingat jenis–jenis anggrek spesies adalah
sumber plasma nutfah di masa mendatang dan
sangat perlu untuk dikaji secara mendalam dengan
berbagai aspek biologinya.
BAHAN DAN CARA KERJA
Penelitian ini dilakukan pada dua lokasi
sekitar kawasan hutan Tau Lumbis, Nunukan
Kalimantan Timur. Lokasi pertama dilakukan di
jalur setapak menuju arah perbatasan Indonesia-
Malaysia yaitu di sekitar hutan Manukon. Lokasi
ke dua dilakukan di sekitar hutan Kabungolor
yaitu areal perbatasan Indonesia-Malaysia(Kampung
Kabu Malaysia). Metode yang digunakan adalah
adalah dengan membuat petak memanjang mas-
ing-masing berukuran 10 x 500 m (5.000 m
2
/0,5
ha) dan penelitian dilakukan pada bulan April
2010.
Petak memanjang kemudian dibuat anak
petak sebanyak 100 (10 x 5 m). Pada setiap anak
petak jenis-jenis anggrek (terestrial atau epit)
dicatat jenis dan dihitung populasinya. Jenis ang-
grek yang terdata sebagian batang, daun atau
bunganya dibuat voucher untuk pengidentika-
sian nama ilmiahnya. Validasi jenis, pustaka yang
diacu antara lain: Orchids of Borneo (Chan at al.
1994); e Orchids of Penisular Malaysia and Sin-
gapore (Seidenfaden & Wood 1992), Orchid of

65
Jenis Anggrek (Orchidaceae) di Tau Lumbis, Nunukan
Java (Comber 1990), dan Orchids of Sumatra
(Comber 2001).
Analisis data yang dilakukan mengacu pada
Dombois-Ellenberg (1974) terdiri dari indek
Shannon-Wiener (H’), kerapatan (K), dan Frek-
uensi (F). Kerapatan adalah jumlah individu
(rumpun) anggrek per satuan luas, dan frekuensi
(F) adalah jumlah unit petak yang berisi dari jenis
anggrek. Kemudian ditentukan nilai penting
sebagai jenis utama anggrek hutan Manukon
(lokasi I) dan Kabungolor (lokasi II) dari hasil
penjumlahan kerapatan relatif (KR) dan frekuensi
relatif (FR).
Analisis klaster jenis mengunakan
perangkat lunak BiodiversityPro versi 2 yaitu
dengan cara semua data jenis dan jumlah individu
setiap petak di masukan pada kolom yang telah
tersedia dalam program tersebut, dan akan
diketahui dendrogram hasil analisis klaster yang
berupa gambar.
HASIL
Jenis Anggrek Manukon
Kondisi umum jalur setapak Tau Lumbis-
Saliriran (Malaysia) di sekitar hutan Manukon,
hutannya sebagian sudah mengalami kerusakan
untuk dijadikan ladang, dan beberapa lokasi telah
ditumbuhi jenis semak belukar. Topogra berupa
perbukitan kecil dengan lereng bervariasi dari ter-
jal sampai landai. Pada lokasi yang telah rusak
tidak dijumpai jenis anggrek baik epit atau ang-
grek terestrial. Pada lokasi hutan sekitar Manukon
mendekati tugu perbatasan sebagai tempat
penelitian (lokasi I) kondisi hutannya relatif
masih baik, tegakan dan kerapatan pohon besar
masih ada, namun rumpang juga sering dijumpai.
Pada Tabel 1 dan 2 hasil analisis di lokasi
Manukon jenis anggrek yang terkumpul dan teri-
Tabel 1. Jenis-jenis anggrek dan jumlah rumpun dari lokasi Manukon (I) dan Kabungolor (II), Tau Lumbis.
I
II
Agrostophyllum bicuspidatum
J.J.Sm.
Epifit
24
22
46
Agrostophylums
sp.
Epifit
4
4
sp
Epifit
5
15
20
Corymborchis veratrifolia
Blume
Terestrial
15
27
42
Cymbidiums
sp
Epifit
6
6
Dendrobium
sp
Epifit
7
9
16
Dipodium scandens
J.J.Sm.
Epifit
14
14
Disperis
sp
Epifit
4
4
Flikingeria
sp
Epifit
8
8
Malaxis
sp
Terestrial
5
5
Oberonia
sp
Epifit
4
4
Plocoglottis hirta
Ridley
Terestrial
18
7
25
Plocoglottis gigantea
(Hook.f.) J.J.Sm.
Terestrial
7
28
35
Sarcoglyphis comberi
(J.J.Wood) J.J.Wood.
Epifit
7
7
Taeniophyllum
sp
Epifit
15
15
Thecostele alata
Par. & Reichb.f.
Epifit
3
3
Thrixspermum
sp
Epifit
6
6
Thrixspermum subulatum
Reichb.f
Epifit
29
29
92
197
289
Jenis Perawakan
Jumlah rumpun (0,5 ha)
Jumlah
Jumlah
Gambar1.Lokasi pengambilan sampel

66
Asep Sadili
dentiksi sebanyak 9 jenis dari 8 marga dengan
6 jenis berperawakan epit dan 3 jenis terestrial.
Indek keanekaragaman jenisnya menunjukan san-
gat rendah sebesar 0.87 (H’). Kerapatan anggrek
di Manukon (epipit dan terestrial) sebanyak 92
rumpun/0.5 ha. Kerapatan tertinggi dimiliki jenis
Agrostophyllum bicuspidatum sebanyak 24 rumpun/
0,5 ha (48 rumpun /ha), selanjutnya disusul jenis
Plocoglottis hirta (18 rumpun/0,5 ha) dan Corym-
borkis veratrifolia (15 rumpun /0,5 ha). Kerapatan
jenis terendah adalah Disperis sp. (4 rumpun/0,5
ha). Nilai penting tertinggi didominasi oleh Ag-
rostophylums bicuspidatum (NP=50,70%), Ploco-
glottis hirta (Np=44,18%) dan Corymborkis verati-
folia (NP=28,61%).
Jenis Anggrek Kabungolor
Kondisi kawasan hutan secara umum di
Kabungolor (lokasi II) relatif masih baik. Lokasi
ini pernah di tempati masyarakat suku Dayak
Tagol yang kondisinya sudah membaik dan tergo-
long sebagai hutan primer muda. Jenis anggrek
Kabungolor lebih tinggi dari lokasi Manukon
(Lokasi I) dengan indek keanekaragaman jenis
1.08 (H’). Anggrek yang teridentikasi sebanyak
15 jenis dari 14 marga, dan diantaranya 11 jenis
berperawakan epit dan 4 jenis terestrial.
Persentase jumlah jenis anggrek epit Ka-
bungolor lebih tinggi dibandingkan dengan
jumlah jenis terestrial. Arditti (1992) mengemuka-
kan kondisi ini merupakan salah satu karakter
yang paling menonjol pada hidup anggrek apabila
lingkungan sekitarnya masih mendukung. Pohon-
pohon permukaan kulit kasar lebih dominan di
lokasi ini dan kulit pohon kasar sangat mudah
bagi persebaran anggrek epit untuk menempel
yang umumnya dari suku-suku hutan primer Kali-
mantan seperti Dipterocarpaceae, Sapotaceae, dan
Lauraceae.
Selain jenis yang tinggi kerapatan anggrek
di Kabungolor pada Tabel 1 dan 2 menunjukan
lebih tinggi juga dari lokasi Manukon yaitu 197
rumpun/0.5 ha. Kerapatan tertinggi dimiliki jenis
rixspermum subulatum (29 rumpun), disusul
Plocoglottis gigantea (28 rumpun), Corymborkis
veratifolia (27 rumpun) dan terendah jenis e-
costele alata (3 rumpun). Jenis utama di lokasi ini
adalah rixspermum subulatum (NP=30.04%),
diikuti Corymborkis veratifolia (NP=26.32%) dan
I
II
I
II
I
II
Agrostophyllum bicuspidatum
26,09
11,17
24,6
10,81
50,7
21,98
Agrostophyllum
sp
2,03
2,7
4,73
Bulbophyllum
sp
5,43
7,61
7,69
6,31
13,1
13,92
Corymborchis veratrifolia
Blume
16,3
13,71
12,3
12,61
28,6
26,32
Cymbidium
sp
6,52
7,69
14,2
Dendrobium
sp
7,61
4,57
6,15
4,5
13,8
9,07
Dipodium scandens
7,11
8,11
15,21
Disperis
sp
4,35
4,62
8,96
Flickingeria
sp
4,06
3,6
7,66
Malaxis
sp
2,54
2,7
5,24
Oberonias sp
2,03
3,6
5,63
Plocoglottis hirta
19,57
3,55
24,6
5,41
44,2
8,96
Plocoglottis gigantea
7,61
14,21
6,15
10,81
13,8
25,02
Sarcoglyphis comberi
3,55
4,5
8,06
Taeniophyllum
sp
7,61
7,21
14,82
Thecostele alata
1,52
1,8
3,32
Thrixspermum
sp
6,52
6,15
12,7
Thrixspermum subulatum
14,72
15,32
30,04
Jumlah
100
100
100
100
200
200
Jenis
KR (%)
FR (%)
NP (%)
Tabel 2. Kerapatan relatif (KR), Frekuensi relatif (FR) dan Nilai penting (NP) jenis-jenis anggrek di Tau Lumbis
(I=Manuko, II=Kabungolor).

67
Jenis Anggrek (Orchidaceae) di Tau Lumbis, Nunukan
Gambar 2. Dendrogram analisis klaster setiap jenis
anggrek di Tau Lumbis berdasarkan jumlah
jenis .
Gambar 3. Kurva spesies area jenis-jenis anggrek di
Tau Lumbis
Plocoglottiss gigantean (NP=25.02%) dan terkecil
adalah ecostele alata (NP=3.32%).
Persebaran dan Pengelompokan
Keanekaragaman jenis anggrek, baik yang
bersifat epit maupun terestrial akan berkaitan
erat dengan persebaran geogranya (Chikmawati,
1994). Persebaran jenis anggrek Manukon dan
Kabungolor menandakan ada perbedaan berdasar-
kan jumlah jenis, jumlah marga, dan jumlah
rumpun (Tabel 1). Faktor-faktor yang mempe-
ngaruhi sebaran setiap jenis, diantaranya kebu-
tuhan sinar matahari, kelembaban (kebasahan),
ketinggian tempat, kemampuan beradaptasi setiap
jenis dan vegetasi di sekitanya, juga iklim mikro
yang dapat menentukan tumbuhan anggrek
hidup survival.
Hasil analisis cluster berdasarkan jumlah
rumpun yang di data dari dua lokasi (Gambar 2)
menunjukan ada empat kelompok besar (> 3
jenis), namun jenis Plocoglotis hirta jauh mem-
isahkan diri dari kelompok A, B dan C kecuali
kelompok D. Untuk kelompok A jumlah jenisnya
lebih tinggi dari kelompok lainnya (6 jenis). Jenis
Plocoglotis hirta mempunyai jumlah rumpun
tertinggi, dan tercatat pada dua lokasi penelitian.
Jenis anggrek Plocoglottiss gigantea, Corym-
borkis veratrifolia (terstrial), Agrostophylums bicus-
pidatum (epit) adalah jenis yang mempunyai
persebaran paling tinggi diantara jenis-jenis ang-
grek lainnya, selain tertinggi di Manukon cukup
banyak juga di lokasi Kabungolor. Marga cukup
tinggi atau terbanyak jenisnya adalah Agrostophyl-
lum dan Plocoglottis masing masing mempunyai
dua jenis.
Grak kurva spesies area (Gambar 3)
merupakan sebaran penambahan jumlah jenis
setiap petak (y) dan jumlah petak keseluruhan
(x). Nilai regresi merupakan gambaran hasil
penelitian yang dituangkan berupa garis lurus dari
hasil analisis secara keseluruhan jumlah petak
yang diteliti untuk menentukan batasan maksimal
jumlah petak, nilai R² mendekati 1 prediksi
penambahan luas petak masih bisa dilakukan dan
dimungkinan masih ada penambahan jenis tetapi
kurang signikan, namun umumnya penambahan
luas petak dihentikan setelah penambahan jenis
kurang dari 10%.
PEMBAHASAN
Habitat
Anggrek adalah salah satu kelompok tum-
buhan berbubunga yang mempunyai keane-
karagaman jenis tertinggi dan tersebar di seluruh
bagian dunia, kecuali daerah yang ekstrim. Akan
tetapi tipe hutan dan keberadaan vegetasi dapat
menjadi faktor pembatas persebaran jenis-jenis

Citations
More filters
31 Jan 2014
TL;DR: In this paper, the authors analyzed the vegetation of orchid habitat and to determine orchids species around Tambing Lake, Lore Lindu National Park area, Sedoa village, Lore Utara district, Poso regency, Central Sulawesi.
Abstract: The research objective were to analyze the vegetation of orchid habitat and to determine orchids species around Tambing Lake, Lore Lindu National Park area, Sedoa village, Lore Utara district, Poso regency, Central Sulawesi. The study employed survey method. The vegetation was recorded in 20m x 20m plots by using purposive sampling methods in orchid habitat. The collected data include all plant species and growth level swithin the sampling plot. The total observation area was 0,16 ha. The results showed that the total number of tree level of plant species recorded was 38 species comprising 9 families with the highest Importance Value Index (IVI) was 61,62%. The total number of pole level of plant species recorded was 34 species comprising 7 families with the highest IVI was 74, 43%. The total number of sapling level of plant species recorded was 37 species comprising 9 families with the highest IVI was 65,41%. Hence, The total number of seedling level of plant species recorded was 31 species comprising 7 families with the highest IVI was 49,34%. The highest IVI at all growth levels was achieved by Kaha ( Castanopsis accuminatisima ). In addition, there were 12 orchid species comprising 8 genus founded in this area,i.e; Agrostophyllum, Bulbophyllum, Calanthe, Coelogyne, Dendrobium, Dendrochyllum, Eria, and Trichotosia. Keywords : Vegetation, Orchids Habitat, Tambing Lake, Lore Lindu National Park. Normal 0 false false false IN X-NONE X-NONE /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:99; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin:0cm; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Times New Roman","serif"; mso-ascii-font-family:"Times New Roman"; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:"Times New Roman"; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}

8 citations

Journal ArticleDOI
TL;DR: Information on species' richness and habitat suitability of Myrmecophytes can serve as supporting data for conservation efforts in Bengkulu to prevent the extinction of this species.
Abstract: Myrmecophytes or locally known as simbagh utak are common medicinal plants used by locals in Bengkulu, especially in South Bengkulu, for treating various diseases. Despite their potential as medicines, there is no report on biotic factors can be used to indicate of Myrmecophytes species’ richness and habitat suitability. The objectives of this research were to analyze the Myrmecophytes’ species richness and habitat suitability. This study used the purposive sampling method by exploring the area where Myrmecophytes were commonly found. The biotic factors of Myrmecophytes were analyzed by identifying the tree host, the other epiphyte plant grew around them, and animal occupants on the tuber of the Myrmecophytes. The Myrmecophytes distribution was analyzed by using ArcGIS10.1. The results showed that there were two species of Myrmecophytes, namely Hydnophytum formicarum and Myrmecodia tuberosa in the study area. The Myrmecophytes attached and hung in 9 species of host trees . The characteristics of host trees are high trees with large diameter, mostly rough-barked; some were cracked and mossy. The highest frequency of host trees included Hevea brasiliensis and Durio zibethinus . Myrmecophytes coexisted with 12 species of epiphytes. Epiphyte plants like Dendrobium sp. and Drymoglossum piloselloides can be used to indicate the presence of Myrmecophytes. Ants made up the most predominantly animal found living inside the tubers of Myrmecophytes, with some cockroaches and termites found at the tuber of Hydnophytum. Information on species' richness and habitat suitability of Myrmecophytes can serve as supporting data for conservation efforts in Bengkulu to prevent the extinction of this species.

5 citations

Journal ArticleDOI
02 Jul 2020
TL;DR: The 21st century high school Biology Learning Based on Local Potency: Review of Potency in Nunukan Regency, North Kalimantan, this article, is a recent study that aims to describe the context of learning biology in the 21st-century high school based on the potential of the Nunukaan Islands region.
Abstract: Pembelajaran biologi perlu mendayagunakan potensi dan ruang lingkup lokal karena biologi haruslah relevan dengan kehidupan dan kebutuhan peserta didik. Salah satu daerah yang perlu diarusutamakan adalah Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara. Artikel ini bertujuan mendeskripsikan kontek pembelajaran biologi di jenjang SMA pada abad ke-21 berbasis potensi daerah Kepulauan Nunukan. Kajian ini menggunakan metode studi literatur dan analisis isi. Studi literatur dilakukan dengan mensurvei buku, artikel ilmiah, dan sumber lain yang relevan dengan masalah tertentu, bidang kajian, atau teori, dan dengan demikian, memberikan deskripsi, ringkasan, dan evaluasi kritis dari karya-karya ini sehubungan dengan masalah yang sedang diselidiki. Berdasarkan telusur literatur diketahui bahwa dari aspek flora dan fauna ada 15 potensi yang dapat dijadikan dasar atau pengembangan sumber belajar/bahan ajar biologi. Dari aspek ekologi dan sosial ada 6 potensi. Dengan demikian, sejauh ini minimal ada 21 potensi yang dapat dijadikan bahan oleh guru biologi SMA di Kabupaten Nunukan ketika mengajar. Tentu saja, setiap potensi disesuaikan dengan Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar, dan Indikator yang telah ditetapkan. Angka tersebut tentu akan terus berkembangan seiring dengan gencarnya penelitian yang dilakukan oleh para peneliti lokal maupun internasional.The 21st Century High School Biology Learning Based on Local Potency: Review of Potency in Nunukan Regency, North KalimantanAbstractBiology learning needs to utilize local potential and scope because biology must be relevant to the lives and needs of students. One area that needs to be mainstreamed is Nunukan Regency, North Kalimantan Province. This article aims to describe the context of learning biology in the 21st century high school based on the potential of the Nunukan Islands region. This study uses literature study and content analysis methods. Literature studies are conducted by surveying books, scientific articles, and other sources that are relevant to a particular problem, field of study, or theory, and as such, provide a description, summary, and critical evaluation of these works in connection with the problem being investigated. Based on the literature search, it is known that from the aspect of flora and fauna there are 15 potentials that can be used as a basis or development of learning resources / teaching materials in biology. From the ecological and social aspects there are 6 potentials. Thus, so far there are at least 21 potentials that can be used as materials by high school biology teachers in Nunukan Regency when teaching. Of course, each potential is adjusted to the Core Competencies, Basic Competencies and Indicators that have been set. This figure will certainly continue to develop along with the incessant research conducted by local and international researchers.

5 citations

Journal ArticleDOI
TL;DR: This research studied species diversity and phenetic relationship of wild orchids and their habitat preferences in Gunung Gajah, Purworejo, Indonesia to understand phenetic relationships and ordination by PCA method to reveal morpho-anatomical characters which determine the clustering pattern.
Abstract: . Purba THP, Chasani AR. 2021. Phenetic analysis and habitat preferences of wild orchids in Gunung Gajah Purworejo. Biodiversitas 22: 1371-1377. Orchid (Orchidaceae) is one of the largest flowering plant families comprising more than 25.000 species. Knowledge of wild orchid diversity and their habitat preferences is useful for its conservation efforts. Research of wild orchid diversity in Indonesia has been done before, however, there is still few information about phenetic analysis and habitat preferences of wild orchids in Indonesia particularly in Gunung Gajah, Purworejo, Indonesia. Therefore, our research aimed to study species diversity and phenetic relationship of wild orchids and their habitat preferences in Gunung Gajah, Purworejo. Exploration was done using purposive sampling method. Phenetic analysis was carried out using MVSP 3.1, implemented by clustering method to understand phenetic relationships and ordination by PCA method to reveal morpho-anatomical characters which determine the clustering pattern. Thirteen orchid species of subfamily Vanilloideae, Orchidoideae, and Epidendroideae were found. Two clusters were formed on dendrogram and each of them was separated into two sub-clusters. PCA analysis based on stem, leaf, and flower characters showed different clusters compared to dendrogram. Habitat preferences of wild orchids in Gunung Gajah are alkaline soil, low soil moisture, air temperature 24-29°C, and low to high light intensity. Epiphytic orchids preferences on their host tree are dominated by median and upper part of main stem.

4 citations

Journal ArticleDOI
TL;DR: Nugroho et al. as discussed by the authors used exploration method along with theobservation in tracking road within radius of 10 m to the right and left then recorded every species of orchid found.
Abstract: Nugroho GD, Aditya, Dewi K, Suratman. 2018. Diversity of orchid (Orchidaceae) in Mount Merbabu National Park(TNGMb), Central Java. Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon 4: 195-201. Mount Merbabu is an area managed by National Park with themanagement system into 5 resort areas, Selo, Wonolelo, Pakis, Kopeng, and Ampel. Mount Merbabu is strato-type volcano locatedgeographically at 7.5 ° LS and 110.4 ° east. Administratively, this mountain is located in Magelang regency in the western slope,Boyolali Regency on the eastern and southern slopes, and Semarang regency on the northern slope of Central Java province. Thismountain is a favorite for hikers to climb to the top of the mountain. In addition, it turns out this mountain has a great potential ofbiodiversity but not yet revealed, especially orchids. This research was conducted from 13th January 2018 to 13th February 2018 whichaims to determine the diversity of orchids in Merbabu Mountain National Park. This study used exploration method along with theobservation in tracking road within radius of 10 m to the right and left then recorded every species of orchid found. Orchids arecollected in soil or epiphytes and also observing their diversity. In this research 18 orchids such as Appendicula alba Bl., Arundinagraminifolia (D. Don) Hochr., Bulbophyllum flavescens (Bl.) Lindl., Cheirostylis sp., Coelogyne longifolia (Bl.) Lindl., Coelogyne sp.,Dendrobium sagittatum J.J.Sm., Eria multiflora (Bl.) Lindl., Habenaria tosariensis J.J.Sm., Liparis javanica J.J.Sm., Liparis pallida(Bl.) Lindl., Malaxis kobi (J.J.Sm.) J.B.Comber, Malaxis sp., Oberonia similis (Bl.) Lindl., Pholidota carnea (Bl.) Lindl., Phreatiasulcata (Bl.) Lindl., Spathoglottis plicata Bl., Taeniophyllum glandulosum Bl.

1 citations